Aktris Ariel Tatum baru-baru ini menyoroti kepalsuan yang melingkupi dunia hiburan. Pengungkapan tersebut terjadi saat Ariel Tatum berbincang dengan Daniel Mananta dan istrinya, Viola Maria. Awalnya, Ariel Tatum berbagi kisah tentang permulaan karirnya di dunia hiburan, yang dimulai pada usia delapan tahun. Ia memulai langkahnya dengan tampil dalam beberapa iklan sebelum akhirnya terlibat dalam dunia drama musikal.
Wanita berusia 26 tahun ini mengungkapkan bahwa ketika masih kecil, ia melihat dunia hiburan sebagai tempat yang menyenangkan. Namun, pandangannya berubah seiring dengan bertambahnya usia. Ariel Tatum menyatakan bahwa pada masa kecilnya, ia belum mampu melihat sisi-sisi negatif di balik gemerlapnya dunia hiburan. Dalam wawancara di saluran YouTube Daniel Mananta Network, ia berkata, “Pada saat itu, semuanya terasa menyenangkan bagi saya. Sejujurnya, aku masih belum bisa melihat aspek-aspek toxic di dalam dunia entertainment.”
Barulah ketika memasuki fase kedewasaan, Ariel Tatum mulai menyadari kompleksitas dan kepalsuan yang ada di industri hiburan. Ia menyoroti bagaimana orang-orang dan lingkungan sekitar terkadang tidak sesuai dengan bayangan ideal yang pernah ia miliki. Ariel juga menunjukkan keheranannya terhadap norma-norma yang tercipta dalam industri tersebut, yang terkadang membuatnya merasa terkekang dan terpaksa untuk mengikuti alur yang sudah ada.
Pengalaman Ariel Tatum memberikan gambaran bahwa dunia hiburan tidak selalu sesuai dengan citra glamor yang dipancarkan. Perjalanan hidupnya menunjukkan bahwa di balik sorotan panggung, terdapat realitas yang tidak selalu indah. Kejujuran dan refleksi diri yang diungkapkan oleh Ariel Tatum menyoroti sisi tegang dan kompleks yang melekat dalam industri hiburan, memberikan sudut pandang yang lebih dalam tentang aspek kepalsuan yang terkadang menghiasi dunia gemerlap tersebut.
Ariel pernah merasa tidak nyaman berada di sekitar orang-orang dalam lingkungan kerjanya. Dengan jujur, Ariel menyatakan bahwa dirinya merasa banyak orang bermuka dua di sekitarnya. Dalam kesediaan untuk berbagi, Ariel mengungkapkan, “Kok gue gak nyaman ya dekat sama orang-orang ini, sama lingkungan kerja ini.”
Keterkaitan dengan lingkungan kerjanya memunculkan banyak tuntutan yang membuat Ariel merasa tertekan, baik dalam hal penampilan fisik maupun sikap. Menurutnya, banyak tuntutan yang harus dipenuhi, di mana orang-orang di sekitarnya tampak bermuka dua. Mereka bersikap berbeda bergantung pada siapa yang sedang diajak bicara, menggambarkan kompleksitas hubungan di lingkungan tersebut.
Situasi tersebut membuat Ariel mempertimbangkan pentingnya memperlakukan orang lain sesuai dengan perlakuan yang diterimanya. Ariel merasa harus beradaptasi dengan kerasnya dunia hiburan dan mengenakan topeng kebaikan saat dihadapkan pada perlakuan baik dari orang lain. Namun, ia juga siap untuk mengubah responsnya ketika mendapat perlakuan yang tidak diinginkan.
Seiring berjalannya waktu, Ariel mulai menyadari bahwa kebaikan hati adalah prioritas baginya. Ia tidak ingin terpengaruh oleh perasaan negatif seperti kebencian, kesal, dengki, atau iri saat bekerja. Ariel bertekad untuk menjaga kebaikan hati dan mulai bersikap baik kepada semua orang, tanpa memperdulikan perlakuan yang mereka berikan kepadanya.
Ariel menekankan bahwa ia ingin menjadi orang yang baik dan menyadari bahwa ia memiliki kekuatan untuk mengubah cara pandang dan reaksinya terhadap lingkungan sekitarnya. Dengan tekad kuat, ia memutuskan untuk bersikap baik, ramah, dan sopan terhadap semua orang, tanpa memandang perlakuan yang ia terima dari mereka. Hal ini menunjukkan perjalanan pribadinya dalam menemukan kebaikan hati dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih positif.