Azriel Hermansyah berbagi pengalaman kurang menyenangkan yang dialaminya selama menjalani masa sekolah. Dia mengungkapkan bahwa dirinya mengalami bullying sejak dari bangku SD hingga tingkat SMA oleh teman-temannya, yang terutama berkaitan dengan isu keluarganya. “Kalau ngomongin bully itu aku dari SD, SMP, SMA di bully semua, mengenai isu orang tua,” ujar Azriel seperti yang dikutip dari kanal YouTube CURHAT BANG Denny Sumargo pada Jumat, 7 Juni 2024.
Pengalaman Azriel semakin memperumit ketika orang tuanya bercerai. Ketika sang ayah, Anang Hermansyah, membuat lagu dengan judul ‘Separuh Jiwaku Pergi’ yang menjadi identik dengan gerakan jari menyilang, Azriel merasa tidak nyaman saat harus menghadapi reaksi teman-temannya di sekolah. Dia menceritakan bahwa kakak kelasnya dan anak-anak di sekolah mengikuti gerakan jari tersebut, menciptakan suasana yang tidak menyenangkan baginya.
Selain menghadapi cemoohan terkait lagu ayahnya, Azriel juga sering diejek dengan dipanggil nama ayahnya, Anang Hermansyah. Perlakuan tersebut semakin memperumit situasi sosialnya di sekolah dan menimbulkan beban emosional yang cukup besar bagi Azriel. Segala bentuk ejekan dan bully yang dialaminya membuat Azriel mengaku mengalami trauma selama masa sekolahnya.
Ketika nama ayahnya dipanggil oleh teman-temannya di sekolah, khususnya oleh kakak kelasnya yang menarik senioritas, Azriel merasakan dampak yang cukup besar terhadap kesejahteraan emosionalnya. Perlakuan tersebut menciptakan rasa tidak nyaman dan ketidakpastian dalam interaksi sosialnya di lingkungan sekolah, meninggalkan bekas yang cukup signifikan bagi Azriel.
Azriel Hermansyah mengungkapkan bahwa situasi di mana nama ayahnya dipanggil oleh teman sekolahnya, terutama oleh kakak kelas yang menunjukkan senioritas, telah menimbulkan traumanya sendiri. Pengalaman tersebut membuat Azriel merasa terbebani secara emosional dan mengalami kesulitan dalam mengatasi interaksi sehari-hari di lingkungan sekolah.
Pengalaman Azriel Hermansyah selama masa sekolahnya mencerminkan bagaimana bullying dan ejekan terkait isu keluarga, terutama perceraian orang tuanya, dapat memberikan dampak yang signifikan pada kesejahteraan psikologis individu. Situasi yang dihadapi oleh Azriel merupakan contoh nyata bagaimana stigmatisasi sosial di lingkungan sekolah dapat membawa konsekuensi emosional yang serius bagi korban bullying.
Azriel Hermansyah menuturkan bahwa pengalaman negatif yang dihadapinya selama masa sekolah, termasuk bullying terkait isu keluarganya, telah membawa dampak yang cukup terasa bagi kesejahteraan emosionalnya. Melalui pengalaman tersebut, ia menyadari pentingnya memahami dan mengatasi masalah bullying serta menjaga lingkungan sekolah agar menjadi tempat yang aman dan mendukung bagi semua siswa.
Lebih jauh, Azriel menjelaskan strateginya dalam menghadapi trauma yang dialaminya. Ia mengakui bahwa kehadiran Ashanty dalam kehidupan ayahnya memberikan semangat baru baginya pada saat itu. Bagi Azriel, keberadaan Ashanty sebagai figur ibu menjadi pendorong utama dalam mengatasi kesulitan yang dihadapinya. “Atasannya kembali, kehadiran seorang ibu (Ashanty-red) benar-benar memberikan kekuatan baru bagi saya untuk melewati situasi tersebut. Memang, tinggal bersama seorang ibu,” ujarnya.